Nama : Ratu Anggun Pertiwi
NPM : 25211908
Kelas : 2EB22
KASUS SURABAYA DELTA PLAZA
Sewa - Menyewa Ruangan
A. Kronologis Kasus
Pada permulaan PT
Surabaya Delta Plaza (PT SDP) dibuka dan disewakan untuk pertokoan, pihak
pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya. Salah satu cara untuk
memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang meramaikan komplek
pertokoan di pusat kota Surabaya itu. Salah seorang diantara pedagang
yang menerima ajakan PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal
di Sunter-Jakarta.
Tarmin memanfaatkan
ruangan seluas 888,71 M2 Lantai III itu untuk menjual perabotan
rumah tangga dengan nama Combi Furniture. Empat bulan berlalu Tarmin
menempati ruangan itu, pengelola SDP mengajak Tarmin membuat “Perjanjian Sewa
Menyewa” dihadapan Notaris. Dua belah pihak bersepakat mengenai
penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi dan segala hal yang
bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan. Tarmin bersedia membayar
semua kewajibannya pada PT SDP, tiap bulan terhitung sejak Mei 1988 s/d 30
April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan denda 2 0/00 (dua
permil) perhari untuk kelambatan pembayaran. Kesepakatan antara pengelola
PT SDP dengan Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus Sindhunatha No. 40
Tanggal 8/8/1988.
Tetapi perjanjian antara
keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian. Kewajiban Tarmin ternyata tidak
pernah dipenuhi, Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga
tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah dipedulikannya. Bahkan
menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak berlaku karena pihak SDP telah
membatalkan “Gentlement agreement” dan kesempatan yang diberikan untuk menunda
pembayaran. Hanya sewa ruangan, menurut Tarmin akan dibicarakan kembali
di akhir tahun 1991. Namun pengelola SDP berpendapat sebaliknya.
Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan tetap seperti yang tercantum
pada Akta tersebut.
Hingga 10 Maret 1991,
Tarmin seharusnya membayar US$311.048,50 dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT
SDP. Meski kian hari jumlah uang yang harus dibayarkan untuk ruangan yang
ditempatinya terus bertambah, Tarmin tetap berkeras untuk tidak
membayarnya. Pengelola SDP, yang mengajak Tarmin meramaikan pertokoan
itu.
Pihak pengelola SDP
menutup COMBI Furniture secara paksa. Selain itu, pengelola SDP menggugat
Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.
B. Konsep Hukum Perdata Tentang Perikatan (Perjanjian)
1. Macam-macam Perikatan
Berdasarkan KHU Perdata,
macam-macam perikatan diuraikan sebagai berikut :
1.
Perikatan Bersyarat
Suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian
hari yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Sehingga perjanjian
seperti ini akan terjadi jika syarat-syarat yang ditentukan itu terjadi.
2.
Perikatan dengan ketetapan waktu
Suatu perikatan yang pelaksanaannya ditangguhkan sampai pada
waktu yang ditentukan. Sehingga segala kewajiban oleh pihak yang terikat tidak
dapat ditagih sebelum waktu yang diperjanjikan itu tiba.
3.
Perikatan Alternatif
Suatu perikatan yang mana debitor dalam memenuhi
kewajibannyadapat memilih salah satu diantara yang telah ditentukan.
4.
Perikatan Tanggung-menanggung
Dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang
berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya.
5.
Perikatan yang dapat dibagi dan tidak
dapat dibagi
Suatu perikatan dimana setiap debitor hanya bertanggungjawab
sebesar bagiannya terhadap pemenuhan prestasinya.
6.
Perikatan dengan ancaman hukuman
Suatu
perikatan dimana seseorang untuk jaminan pelaksanaan diwajibkan melakukan
sesuatu jika perikatan itu tidak dipenuhi.
2. Berakhirnya Perikatan
Undang-undang menyebutkan
ada sepuluh macam cara terhapusnya perikatan, yaitu antara lain :
Karena pembayaran,
pembaharuan hutang, penawaran pembayaran tunai, diikuti oleh penitipan,
kompensasi atau perjumpaan hutang, percampuran hutang, pembebasan hutang,
hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian, pembatalan perjanjian,
akibat berlakunya syarat pembatalan dan sudah lewat waktu.
3. Sistem pengaturan hukum perikatan
Sistem pengaturan hukum
perikatan adalah bersifat terbuka, artinya bahwa setiap orang bebas untuk
mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur dalam
UU. Hal ini dapat disimpulkan dari ketentuan yang tercantum dalam pasal 1338 ayat
1 yang berbunyi “semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Dari ketentuan pasal ini memberikan kebebasan kepada
para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian
dengan siapapun, menemukan isi perjanjian dan bebas menetukan bentuk perjanjian
baik tertulis maupun tidak tertulis.
Dalam menentukan suatu
perikatan, maka tidak boleh melakukan perbuatan yang melawan hukum. Sebagaimana
dalam H.R. 1919 yang mengartikan perbuatan melawan hukum sebagai berikut :
1. Melanggar hak orang lain
2. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku yang dirumuskan dalam
UU
3. Bertentangan dengan kesusilaan
4. Bertentangan dengan kecermatan yang harus diindahkan dalam
masyarakat, aturan kecermatan ini menyangkut aturan-aturan yang mencegah orang
lain terjerumus dalam bahaya dan aturan-aturan yang melarang merugikan orang
lain ketika hendak menyelenggarakan kepentinagn sendiri.
C. Analisis kasus
Setelah pihak PT Surabaya
Delta Plaza (PT SDP) mengajak Tarmin Kusno untuk meramaikan sekaligus berjualan
di komplek pertokoan di pusat kota Surabaya, maka secara tidak langsung PT
Surabaya Delta Plaza (PT SDP) telah melaksanakan kerjasama kontrak dengan Tarmin
Kusno yang dibuktikan dengan membuat perjanjian sewa-menyewa di depan Notaris.
Maka berdasarkan pasal 1338 BW yang menjelaskan bahwa “Suatu perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya” sehingga
dengan adanya perjanjian/ikatan kontrak tersebut maka pihak PT SDP dan Tarmin Kusno mempunyai keterikatan
untuk memberikan atau berbuat sesuatu sesuai dengan isi perjanjian.
Perjanjian tersebut tidak
boleh dilangggar oleh kedua belah pihak, karena perjanjian yang telah dilakukan
oleh PT SDP dan Tarmin Kusno tersebut dianggap sudah memenuhi syarat,
sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 1320 BW. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Perjanjian diatas bisa
dikatakan sudah adanta kesepakatan, karena pihak PT SDP dan Tarmin Kusno dengan
rela tanpa ada paksaan menandatangani isi perjanjian Sewa-menyewa yang diajukan
oleh pihak PT SDP yang dibuktikan dihadapan Notaris.
Namun pada kenyataannya,
Tarmin Kusno tidak pernah memenuhi kewajibannya untuk membayar semua
kewajibannya kepada PT SDP, dia tidak pernah peduli walaupun tagihan demi
tagihan yang datang kepanya, tapi dia tetap berisi keras untuk tidak
membayarnya. Maka dari sini Tarmin Kusno bisa dinyatakan sebagai pihak
yang melanggar perjanjian.
Dengan alasan inilah
pihak PT SDP setempat melakukan penutupan COMBI Furniture secara paksa dan
menggugat Tamrin Kusno di Pengadilan Negeri Surabaya. Dan jika kita kaitkan
dengan Undang-undang yang ada dalam BW, tindakan Pihak PT SDP bisa dibenarkan.
Dalam pasal 1240 BW, dijelaskan bahwa : Dalam pada itu si piutang adalah behak
menuntut akan penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan
perikatan, dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh Hakim untuk menyuruh
menghapuskan segala sesuatuyang telah dibuat tadi atas biaya si berutang;
dengan tak mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada
alasan untuk itu.
Dari pasal diatas, maka
pihak PT SDP bisa menuntut kepada Tarmin Kusno yang tidak memenuhi suatu
perikatan dan dia dapat dikenai denda untuk membayar semua tagihan bulanan
kepada PT Surabaya Delta Plaza.
Sumber:
menarik.
BalasHapus