Nama : Ratu Anggun Pertiwi
NPM : 25211908
Kelas :
2EB22
Tugas : SoftSkill - Ekonomi Koperasi
BAB I
SEJARAH KOPERASI DI DUNIA
Koperasi terdapat hampir semua negara industri dan negara
berkembang. Koperasi historis : lembaga-lembaga kemasyarakatan yang tumbuh atas
dasar solidaritas tradisional dan kerja sama antara individu, pernah berkembang
sejak awal sejarah manusia sampai pada awal revolusi industri di Eropa pada
akhir abad 18 dan abad 19.
Lembaga ini sering disebut “KOPERASI PRAINDUSTRI”
Kriteria koperasi historis melalui pendekatan-pendekatan sosiologis dan sosiopolitis mendefinisikannya dengan sistem sosial, komunitas (gemeinschaft) dan kelompok masyarakat yang memiliki struktur koperasi, dimana hubungan-hubungan antara individu ditandai oleh solidaritas dan kerjasama, serta kekuatan sosio-politis, ekonomi yang terbagi merata diantara mereka.
Kriteria koperasi historis melalui pendekatan-pendekatan sosiologis dan sosiopolitis mendefinisikannya dengan sistem sosial, komunitas (gemeinschaft) dan kelompok masyarakat yang memiliki struktur koperasi, dimana hubungan-hubungan antara individu ditandai oleh solidaritas dan kerjasama, serta kekuatan sosio-politis, ekonomi yang terbagi merata diantara mereka.
Di negara-negara yang sedang berkembang terdapat sistem
kesukuan, bentuk keluarga besar, komunitas setempat, usaha paling menolong,
kerja sama tradisional. Lembaga koperasi dinamakan lembaga koperasi asli (autochthonous
cooperative) atau kerjasama tradisional, contohnya : gotong royong di
Indonesia.
A. PELOPOR-PELOPOR KOPERASI
A. PELOPOR-PELOPOR KOPERASI
A.1. PELOPOR-PELOPOR KOPERASI DARI ROCHDALE
Yang terdiri atas 28 pekerja dipimpin Charls Howard di kota
Rochdale dibagian utara Inggris, pada tanggal 24 oktober 1844 mendirikan usaha
pertokoan merupakan milik para konsumen yang berhasil. Peristiwa ini merupakan
lahirnya “Gerakan Koperasi Modern”
Rochdale Equitable Pioneer’s Cooperative Society, dengan
prinsip-prinsip koperasinya :
1) Keanggotaan yang bersifat terbuka.
2) Pengawasan secara demokratis.
3) Bunga yang terbatas atas modal anggota.
4) Pengembalian sisa hasil usaha sesuai dengan jasanya pada
koperasi.
5) Barang-barang hanya dijual sesuai dengan harga pasar yang berlaku
dan harus secara tunai.
6) Tidak ada perbedaan berdasarkan ras, suku bangsa, agama dan
aliran politik.
7) Barang-barang yang dijual adalah barang-barang yang asli dan
bukan yang rusak atau palsu.
8) Pendidikan terhadap anggota secara berkesinambungan.
A.2. PELOPOR SCHULTZE DELITSCH
Herman Schultz-Delitsch (1808-1883), hakim dan anggota parlemen
pertama di Jerman yang berhasil mengembangkan konsep badi prakarsa dan
perkembangan bertahap dari koperasi-koperasi kredit perkotaan, koperasi
pengadaan sarana produksi bagi pengrajin, yang kemudian diterapkan oleh
pedagang kecil, dan kelompok lain-lain.
Selain koperasi kredit, Schulze mendirikan koperasi jenis-jenis
lain, antara lain :
1) Koperasi asuransi untuk resiko sakit dan kematian.
2) Koperasi pengadaan bahan baku dan sarana produksi serta memasarkan
hasil produksi.
3) Koperasi produksi, yaitu dimana anggota-anggotanya sebagai
pemilik
dan pekerja pada koperasi tersebut pada saat yang sama.
A.3. PELOPOR RAIFFEISSEN
Friedrich Wilhelm Raiffeissen (1818-1888) kepala desa di
Flemmerfeld, Weyerbush di Jerman. Raiffeissen membentuk koperasi-koperasi
kredit berdasarkan solidaritas dan tanggungan tidak terbatas yang dipikul oleh
para anggota perkumpulan koperasi tersebut, dan dibimbing brdasarkan prinsip
menolong diri sendiri, mengelola diri sendiri, dan mengawasi diri sendiri.
Pada waktu itu usaha pokok-pokok pikiran dari konsepsinya adalah
:
1) Pembentukan koperasi-koperasi dengan organisasi sederhana atas
dasar kelompok anggota-anggota yang jumlahnya sedikit dan saling membutuhkan.
2) Pelaksanaan kegiatan pengelolaan dari koperasi-koperasi oleh
orang-orang yang dipercaya dan dihormati oleh para anggota, misalnya : guru,
pendeta, dsb.
3) Pemberian kredit hanya pada anggota, tetapi deposito dapat
diterima dari bukan anggota.
Selain pelopor-pelopor koperasi di atas, terdapat pula
pelopor-pelopor dari negara lain seperti :
1) Luigi Luzatti (1841-1927) di Italia.
2) Abbe de Lammerais (1782-1854) di Perancis.
3) Sir Horace Plunkett (1854-1932) di Irlandia.
Koperasi di Indonesia
Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan
sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Di
Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No. 12 Tahun 1967 dan UU
No. 25 Tahun 1992. Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan
prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu
adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
Sejarah koperasi di
Indonesia
Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya
merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh
orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika
penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem
kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana
dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi
yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan
manusia sesamanya.
Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja
di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia
terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita
karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang
tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di
Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan
Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu
cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank
Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan
Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka
makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah
Bank tersebut menjadi koperasi.
Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang
menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan
pertolongan pinjaman padi pada musim pceklik. Ia pun berusaha menjadikan
lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda
pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan
Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk
lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang
kemudian menjadi Bank Rakyak Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha
Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
1) Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang
memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2) Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3) Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi
karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum
politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo
memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat.
Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging,
dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan
untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian
pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan
penyebarluasan semangat koperasi.
Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga
mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang
menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi
ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang
untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Setelah
Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia
mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan
sebagai Hari Koperasi Indonesia.
AWAL PERTUMBUHAN KOPERASI INDONESIA
Koperasi tumbuh dari
kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang
ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang
penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh
penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri
untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Pada tahun 1896 seorang
Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank
untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk
menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat
yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk
mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Selanjutnya diteruskan oleh
De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode
berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan
Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian.
Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin
menderita. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di
samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para
petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi
pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi
Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian
lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan
Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru,
bank–bank Desa, rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyak
Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh
orang-orang Pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana
karena:
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang
memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2.
Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi
karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh kaum
politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo
memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat.
Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging,
dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk
Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi
pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional
Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi. Namun, pada
tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi
untuk yang kedua kalinya.
Pada tahun 1942 Jepang
menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi
ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang
untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
PERTUMBUHAN KOPERASI SETELAH KEMERDEKAAN
Setelah Indonesia
merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan
Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan
sebagai Hari Koperasi Indonesia serta menganjurkan diselenggarakan pendidikan
koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat.
Setelah terbentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950 program Pemerintah semakin nyata
keinginannya untuk mengembangkan perkoperasian.Kabinet Mohammad Natsir
menjelaskan di muka Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan program
perekonomian antara lain “Menggiatkan pembangunan organisasi-organisasi rakyat
, istimewa koperasi dengan cara pendidikan, penerangan, pemberian kredit yang
lebih banyak dan lebih mudah, satu dan lain seimbang dengan kemampuan keuangan
Negara”. Untuk memperbaiki perekonomian-perekonomian rakyat, Kabinet Wilopo
mengajukan suatu “program koperasi” yang terdiri dari tiga bagian:
1. Usaha untuk menciptakan suasana dan keadaan sebaik-baiknya bagi
perkembangan gerakan koperasi;
2. Usaha lanjutan dari perkembangan gerakan koperasi;
3. Usaha yang mengurus perusahaan rakyat yang dapat diselenggarakan
atas dasar koperasi.
Selanjutnya Kabinet Ali
Sastroamidjodjo menjelaskan program Pemerintahannya “Untuk kepentingan
pembangunan dalam lapangan perekonomian rakyat perlu pula diperluas dan
dipergiat gerakan koperasi yang harus disesuaikan dengan semangat gotong royong
yang spesifik di Indonesia dan besar artinya dalam usaha menggerakkan rasa
percaya pada diri sendiri di kalangan rakyat. Di samping itu Pemerintah hendak
menyokong usaha itu dengan memperbaiki dan memperluas perkreditan, yang
terpenting antara lain dengan pemberian modal kepada badan-badan perkreditan
desa seperti Lumbung dan Bank Desa, yang sedapat-dapatnya disusun dalam bentuk
koperasi”.
Pada tanggal 15 sampai
dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di
Bandung. Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Pada tahun 1956 tanggal
1 sampai 5 September diselenggarakan Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta.
Keputusan KOngres di samping hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia
dengan InternationalCooperative Alliance (ICA). Pada tahun 1958 diterbitkan
Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di
dalam Tambahan Lembar Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam
suasana Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai berlaku pada tanggal 27
Oktober 1958.
PERKEMBANGAN KOPERASI DALAM SISTEM EKONOMI TERPIMPIN
Dampak Dekrit Presiden
dan Manipol terhadap Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan
Koperasi adalah undang-undang yang belum berumur panjang itu telah kehilangan dasar
dan tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat UUD 1945 dan Manipol. Karenanya
untuk mengatasi keadaan itu maka di samping Undang-Undang No. 79 Tahun 1958
tentang Perkumpulan Koperasi dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun
1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi.
Dalam tahun 1960
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 140 tentang penyaluran bahan
pokok dan penugasan Koperasi untuk melaksanakannya. Dengan peraturan ini maka
mulai ditumbuhkan koperasikoperasi konsumsi. Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960
menetapkan bahwa sektor perekonomian akan diatur dengan dua sektor yakni sektor
Negara dan sektor koperasi, dimana sector swasta hanya ditugaskan untuk
membantu. Pada saat mulai dikemukakan ide pengaturan ekonomi dengan prinsip
Demokrasi dan Ekonomi Terpimpin. Undang-undang No. 79 tahun 1958 tentang
Perkembangan Gerakan Koperasi. Peraturan ini membawa konsep pengembangan
koperasi secara massal dan seragam.
Pada tahun 1961
diselenggarakan Musyawarah Nasional Koperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk
melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpindan Ekonomi Terpimpin. Sebagai puncak
pengukuhan hokum dari uapaya mempolitikkan (verpolitisering) koperasi dalam
suasana demokrasi terpimpin yakni di terbitkannya UU No.14 tahun 1965 tentang
perkoperasian yang dimuat didalam Lembaran Negara No. 75 tahun 1960. Bersamaan
dengan disyahkannya UU No. 14 tahuhn 1965 dilangsungkan Musyawarah Nasional
Koperasi (Munaskop) II di Jakarta yang merupakan legitiminasi terhadap masuknya
kekuatan-kekuatan politik di dalam koperasi.
Pada bulan September 1965
terjadi pemberontakan Gerakan 30 September yang didalangi oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI) yang terpengaruh besar terhadap pengembangan koperasi.
Mengingat dalam UU no. 14 tahun 1965 secara tegas memasukan warna politik di
dalam kehidupan perkoperasian, maka akibat pemberontakan G30S/PKI pelaksanaanya
perlu di pertimbangkan kembali. Koperasi-koperasi menyelenggarakan rapat
anggota untuk memperbaharui kepengurusan dan Badan Pemeriksaannya. Reorganisasi
dilaksanakan secara menyeluruh untuk memurnikan koperasi di atas azas-azas
koperasi yang sebenarnya.
PERKEMBANGAN KOPERASI PADA MASA ORDE BARU
Pada tanggal
18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru yakni
dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang Pokok-pokok Perkopersian:
1.
Bahwa Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian
mengandung pikiran-pikiran yang nyata-nyata hendak :
A.
menempatkan fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung
daripada politik. Sehingga mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan
ekonomi rakyat.
B.
menyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi
dasar koperasi dari kemurniannya.
C.
i. Bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang-Undang baru
yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana dituangkan dalam
Ketepatan-ketepatan MPRS Sidang ke IV dan Sidang Istimewa
ii. Bahwa koperasi bersama-sama dengan sector ekonomi Negara dan
swasta bergerak di segala sektor ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala
kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa.
iii. Bahwa berhubungan dengan itu, maka Undang-Undang No. 14 tahun
1965 perlu dicabut dan perlu mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung
dalam jelas menyatakan, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan koperasi. Berdasarkan pada
ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai
kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap “ ing
ngarsa sung tulada, ing madya mbangun karsa, tut wuri handayani “.
Dengan berlakunya UU No.
12/1967 koperasi-koperasi yang telah berdiri harus melaksanakan penyesuaian
dengan cara menyelenggarakan Anggaran dan mengesahkan Anggaran Dasar yang
sesuai dengan Undang-Undang tersebut. Dari 65.000 buah koperasi yang telah
berdiri ternyata yang memenuhi syarat sekitar 15.000 buah koperasi saja.
Untuk mengatasi kelemahan
organisasi dan memajukan manajemen koperasi maka sejak tahun1972 dikembangkan
penggabungan koperasikoperasi kecil menjadi koperasi-koperasi yang besar.
Daerah-daerah di pedesaan dibagi dalam wilayah-wilayah Unit Desa (WILUD) dan
koperasikoperasi yang yang ada dalam wilayah unit desa tersebut digabungkan
menjadi organisasi yang besar dan dinamakan Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Pada
akhirnya koperasi-koperasi desa yang bergabung itu dibubarkan, selanjutnya BUUD
menjelmas menjadi KUD (Koperasi Unit Desa). Ketentuan-ketentuan yang mengatur
tentang Wilayah Unit Desa, BUUD/KUD dituangkan dalam Instruksi Presiden
No.4/1973 yang selanjutnya diperbaharui menjadi Instruksi Presiden No.2/1978 dan
kemudian disempurnakan menjadi Instruksi Presiden No.4/1984.
Dalam kenyataannya
meskipun arus sumber-sumber daya pembangunan yang dicurahkan untuk mengatasi
kemiskinan, khususnya di daerah-daerah pedesaan, belum pernah sebesar seperti
dalam era pembangunan selama ini, namun kita sadarai sepenuhnya bahwa gejala
kemiskinan dalam bentuk yang lama maupun yang baru masih dirasakan sebagai
masalah mendasar dalam pembangunan nasional. Keadaan yang telah berlangsung
lama tersebut membuat masyarakat yang tergolong miskin dan lemah ekonominya
belum pernah mampu untuk ikut memanfaatkan secara optimal berbagai sumber
pendapatan yang sebenarnya tersedia.
Pemerintah di dalam
mendorong perkoperasian telah menerbitkan sejumlah kebijaksanaan-kebijaksanaan
baik yang menyangkut di dalam pengembangan di bidang kelembagaan, di bidang
usaha, di bidang pembiayaan dan jaminan kredit koperasi serta kebijaksanaan di
dalam rangka penelitian dan pengembangan perkoperasian. Sebagai gambaran
perkembangan koperasi setelah masa Orde Baru dapat diikuti pada table berikut:
PERKEMBANGAN KOPERASI ERA REFORMASI
Dalam era reformasi
pemberdayaan ekonomi rakyat kembali diupayakan melalui pemberian kesempatan
yang lebih besar bagi usaha kecil dan koperasi. Untuk tujuan tersebut seperti
sudah ditetapkan melalui GBHN Tahun 1999.
Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung pengembangan usaha kecil, sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannya pembagian pendapatan yang mungkin terjadi.
Pesan yang tersirat di dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana pendukung pengembangan usaha kecil, sarana pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannya pembagian pendapatan yang mungkin terjadi.
Untuk mengetahui peran
yang dapat diharapkan dari koperasi dalam rangka penyembuhan perekonomian
nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi telah diakui
sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan
pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum sepenuhnya
disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada
pasar bebas.
Demikian juga
kebijaksanaan pembinaan koperasi selama ini yang menempatkan koperasi sebagai
kepanjangan tangan pemerintah terutama dalam mendukung program-program
pembangunan di bidang pertanian secara bertahap harus dilepaskan.
Untuk tujuan tersebut
maka diperlukan pendekatan melalui lembaga kemasyarakatan yang mandiri dan
berakar di masyarakat seperti Koperasi Pondok Pesantren yang bertujuan terutama
untuk melepaskan koperasi dari keterikatannya pada program pemerintah. Walaupun
demikian peran pemerintah dalam mendukung pembangunan koperasi masih tetap
diperlukan, tetapi hanya sebatas fasilitator dan regulator khususnya dalam
menciptakan iklim usaha yang sehat.
Usaha kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian indonesia. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Oleh karena kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK), pengembangan daya saing UKMK, secara langsung merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengusaha besar hanya 0,2% sedangkan Pengusaha Kecil, menegah dan koperasi mencapai 99,8%. Ini berarti jumlah usaha kecil, menegah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%.
Terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Hal tersebut menunjukkan dua sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor UKMK. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi perhatian khusus, selain itu karena Koperasi dinilai mampu memberikan berbagai kelebihan kepada para anggota atau masyarakat yang memanfaatkan keberadaannya, Koperasi sebagai wadah perekonomian rakyat.
Usaha kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian indonesia. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Oleh karena kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah dan koperasi (UKMK), pengembangan daya saing UKMK, secara langsung merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit kesenjangan ekonomi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengusaha besar hanya 0,2% sedangkan Pengusaha Kecil, menegah dan koperasi mencapai 99,8%. Ini berarti jumlah usaha kecil, menegah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%.
Terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Hal tersebut menunjukkan dua sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor UKMK. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi perhatian khusus, selain itu karena Koperasi dinilai mampu memberikan berbagai kelebihan kepada para anggota atau masyarakat yang memanfaatkan keberadaannya, Koperasi sebagai wadah perekonomian rakyat.
SUMBER :
purwakartakab.bps.go.id
Kementrian Koperasi dan UKM
http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar